MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISTA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

ITINERARY PERJALANAN UMROH PLUS CITYTOUR DUBAI 9 hari

Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari

Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. umroh november 2018 Kepulauan Seribu

Oleh
Ustadz Abu Ubaidah Al-Atsari

HAJI MABRUR
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘ahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Umroh ke umroh berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya, dan tiada balasan bagi haji mabrur melainkan surga” [HR Bukhari : 1683, Muslim : 1349]

Haji Mabrur memiliki beberapa kriteria.

Pertama : Ikhlas. Seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggaan, atau agar dipanggil “pak haji” atau “bu haji” oleh masyarakat.

“Artinya : Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan” [Al-Bayyinnah : 5]

Kedua : Ittiba’ kepda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berhaji sesuai dengan tata cara haji yang dipraktekkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi pekara-perkara bid’ah dalam haji. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Contohlah cara manasik hajiku” [HR Muslim : 1297]

Ketiga : Harta untuk berangkat haji adalah harta yang halal. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik” [HR Muslim : 1015]

Keempat : Menjauhi segala kemaksiatan, kebid’ahan dan penyimpangan

“Artinya : Barangsiapa menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh rafats (berkata-kata tidak senonoh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan pada masa haji..”[Al-Baqarah : 197]

Kelima : Berakhlak baik antar sesama, tawadhu’ dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya.

Alangkah bagusnya ucapan Ibnul Abdil Barr rahimahullah dalam At-Tamhid (22/39) : “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya dan sum’ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal” [Latho’iful Ma’arif Ibnu Rajab hal. 410-419, Masa’il Yaktsuru Su’al Anha Abdullah bin Sholih Al-Fauzan : 12-13]

HAJI AKBAR
Pendapat yang populer dalam madzhab Syafi’i, hari “Haji Akbar” adalah hari Arafah (9 Dzul-Hijjah). Namun pendapat yang benar bahwa hari haji akbar adalah pada hari Nahr (penyembelihan kurban, yakni 10 Dzul-Hijjah], berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan rosul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar…” [At-Taubah : 3]

Dalam shahih Bukhari 8/240 dan shahih Muslim : 1347 disebutkan bahwa Abu Bakar dan Ali Radhiyallahu ‘anhuma mengumumkan hal itu pada hari nahr, bukan pada hari Arafah.

Dalam sunan Abu Dawud 1945 dengan sanad yang sangat shohih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda.

“Artinya : Hari haji akbar adalah hari nahr (menyembelih kurban)”

Demikian pula yang dikatakan oleh Abu Hurairah dan sejumlah shahabat radhiyallahu ‘anhum [Lihat Zadul Ma’ad Ibnul Qayyim 1/55-56]

GANTI NAMA USAI HAJI
Soal : Apakah hukumnya mengganti nama setelah pulang haji, seperti yang banyak dilakukan mayoritas jama’ah haji Indonesia, di mana mereka mengganti nama di Makkah atau Madinah, apakah ini termasuk sunnah ataukah tidak?

Jawab : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengganti nama-nama yang buruk dengan nama-nama yang bagus. Maka apabila jama’ah haji Indonesia tersebut mengganti nama mereka lantaran tersebut, bukan disebabkan usai melakukan ibadah haji atau karena berziarah ke Masjid Nabawi, maka hukumnya boleh. Namun apabila jama’ah haji Indonesia mengganti nama mereka lantaran alasan pernah di Makkah/Madinah atau usai melakukan ibadah haji, maka hal itu termasuk perkara bid’ah, bukan sunnah. [Fatawa Lajnah Daimah 2/514-515]

AIR ZAM-ZAM
Al-Humaidi rahimahullah berkata : Saya pernah berada di sisi Sufyan bin Uyainah rahimahullah, lalu beliau menyampaikan kepada kami hadits.

“Artinya : Air zam-zam tergantung keinginan seorang yang meminumnya”

Tiba-tiba ada seorang lelaki bangkit dari majelis, kemudian kembali lagi seraya mengatakan : “Wahai Abu Muhammad, bukankah hadits yang engkau ceritakan kepada kami tadi tentang zam-zam adalah hadits yang shahih?” Jawab beliau : “Benar”, Lelaki itu lalu berkata : “Baru saja aku meminum seember air zam-zam dengan harapan engkau akan menyampaikan kepadaku seratus hadits”. Akhirnya Sufyan rahimahullah berkata kepadanya : “Duduklah!”, Lelaki itupun duduk, dan Sufyan rahimahullah menyampaikan seratus hadits kepadanya. [Al-Mujalasah Abu Bakar Ad-Dinawari 2/343, Juz Ma’a Zam-Zam Ibnu Hajar hal. 271]

Semoga Allah merahmati Imam Sufyan bin Uyainah, alangkah semangatnya dalam menebarkan ilmu! Dan semoga Allah merahmati orang yang bertanya tersebut, alangkah semangatnya dalam menuntut ilmu dan sindiran lembut untuk mendapatkannya! [Fadhlu Ma’a Zam-Zam Sayyid Bakdasy hal. 137]

ASAL HAJAR ASWAD
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Hajar aswad (ketika) turun dari surga lebih putih dari pada salju, lalu dosa-dosa anak Adam membuatnya hitam” [Shahih HR Tirmidzi : 877, Ibnu Khuzaimah : 1/271, Ath-Thabrani dalam Mu’jam Kabir 3/155, Ahmad 1/307, 329, 373. Lihat Silsilah Ash-Shahihah Al-Albani : 2618]

Kita beriman dengan hadits ini secara tekstual dan pasrah sepenuhnya, sekalipun orang-orang ahli filsafat mengingkarinya. [Lihat Ta’wil Mukhtalif Hadits Ibnu Qutaibah hal.542]

Sulaiman bin Khalil rahimahullah (imam dan khatib Masjidil Haram dahulu) menceritakan bahwa dirinya melihat tiga bintik berwarna putih jernih pada Hajar Aswad, lalu katanya : “Saya perhatikan bintik-bintik tadi, ternyata setiap hari berkurang warnanya” [Al-Aqdu Tsamin Al-Fasi Al-Makki 1/68, Asror wa Fadha’il Hajar Aswad Majdi Futhi Sayyid hal. 22]

Sungguh dalam hal itu terdapat pelajaran berharga bagi orang yang berakal, sebab jika demikian jadinya bekas dosa pada batu yang keras, maka bagaimana kiranya pada hati manusia?! [Fathul Bari Ibnu Hajar 3/463]

JEDDAH TERMASUK MIQOT?
Ada sebagian kalangan yang mencuatkan pendapat bahwa kota Jeddah boleh dijadikan sebagai salah satu miqot untuk jama’ah haji yang datang lewat pesawat udara atau kapal laut. Namun pendapat ini disanggah secara keras oleh Ha’iah Kibar Ulama dalam keputusan rapat mereka no. 5730, tanggal 21/10/1399 sebagai berikut.

Pertama : Fatwa tentang bolehnya menjadikan Jeddah sebagai miqot bagi jama’ah haji yang datang dengan pesawat udara dan kapal laut merupakan fatwa yang batil, karena tidak bersandar pada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya serta ijma’ salafush shalih. Tidak ada satupun ulama kaum muslimin sebelumnya yang mendahului pendapat ini.

Kedua : Tidak boleh bagi jama’ah haji yang melewati miqot, baik lewat udara maupun laut (miqot Indonesia adalah Yalamlam, pent) untuk melampauinya tanpa ihram sebagaimana ditegaskan dalam banyak dalil dan dilandaskan oleh para ulama” [Fiqh Nawazil Al-Jizani 2/317, Tisir Alam Al-Bassam 1/572-573]

NAMA MIQOT MADINAH
Miqot penduduk Madinah atau jama’ah haji yang lewat Madinah adalah Dzul-Hulaifah [1] sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits. Adapun penamannya dengan “Bir Ali” sebagaimana yang populer di masyarakat maka hendaknya diganti. Sebab sebagaimana lafazh yang tertera dalam hadits itu lebih utama, apalagi kalau kita telusuri ternyata sumber penamaan Bir Ali (sumur Ali) adalah cerita yang laris manis di kalangan Rafidhah (Syi’ah) bahwa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu pernah bertarung dengan jin di sumur tersebut, shingga karena itulah disebut Bir Ali.

Para ulama ahli hadits telah bersepakat menegaskan batilnya cerita tersebut, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Minhajus Sunnah 8/161, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah 2/344, Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah 1/498, Mula Ali Al-Qari dalam Al-Maslak Al-Mutaqossith hal. 79, dan lainnya. [Qashashun La Tatsbutu Masyhur Hasan Salman 7/95-119]

DZIKIR KETIKA THAWAF
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Disunnahkan ketika thawaf untuk berdzikir dan berdo’a dengan do’a-do’a yang disyariatkan. Kalau mau membaca Al-Qur’an dengan lirih maka hal itu boleh. Dan tidak ada do’a tertentu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dari perintahnya, ucapannya, maupun pengajarannya, bahkan boleh berdo’a dengan umumnya do’a-do’a yang disyari’atkan. Adapun yang disebutkan kebanyakan manusia tentng do’a khusus di bawah mizab (talang Ka’bah) dan selainnya [2] semua itu tidak ada asalnya” [Majmu Fatawa 26/122]

PROBLEM ORANG YANG BOTAK
Telah dimaklumi, dalam haji ada syarat cukur/memendekkan rambut. Namun bagaimana dengan seorang yang botak dan tidak memiliki rambut untuk dicukur? Sebagian fuqaha mengatakan. Hendaknya dia tetap melewatkan alat cukur di kepalanya. Namun pendapat yang benar ialah hal ini dibenci, syari’at bersih darinya, (perbuatan itu) sia-sia dan tiada faedahnya, sebab melewatkan alat cukur hanyalah sekedar sebagai wasilah (perantara) saja bukan tujuan utama. Kalau tujuan utamanya gugur, maka wasilah tidak bermakna lagi. Persis dengan masalah ini adalah seorang yang lahir sedangkan dzakarnya sudah terkhitan, perlukah dikhitan lagi? Ataukah melewatkan pisau padanya? Pendapat yang benar adalah tidak perlu. [Lihat Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud Ibnul Qayyim hal. 330]

TITIP SALAM UNTUK NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Budaya titip atau kirim salam untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para jama’ah haji merupakan budaya yang perlu ditinggalkan dan diingatkan, sebab hal itu tidak boleh dan termasuk kategori perkara baru dalam agama. Alhamdulillah, termasuk keluasan rahmat Allah kepada kita, Dia menjadikan salam kita untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kepada beliau di manapun kita berada, baik di ujung timur maupun barat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jangalah kalian jadikan kuburku sebagai perayaan, dan (jangan jadikan) rumah-rumah kalian sebagai kuburan, bershalawtlah kepadaku karena sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku di manapun kalian berada”.

Hadits-hadits yang semakna dengannya banyak sekali. [Lihat Al-Mustadrak ‘Ala Mu’jam Manahi Lafzhiyyah Sulaiman Al-Khurosi hal. 231-232]

[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 05 Tahun VI/Dzul-Hijjah 1427 (Januari 2007). Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’ahd Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
__________
Foote Note
[1]. Nama sebuah desa besar di jalan Madinah dahulu (lihat Mu’jam Buldan 2/111). Di sana ada sebuah masjid yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berangkat haji, beliau shalat dan ber-ihram di sana. Jaraknya dari Madinah kurang lebih 3 mil, dijangkau dengan mobil sekitar seperempat jam [Lihat Al-Haj Al-Mabrur Abu Bakar Al-Jaza’iri hal. 32]
[2]. Seperti do’a/dzikir tertentu untuk setiap putaran thawaf dan sa’i, maka ini juga tidak ada asalnya. [Lihat At-Tahqiq wal Idhah Abdul Aziz bin Baz hal. 29, Manasik Haji wal Umrah Ibnu Utsaimin hal.119, Syarh Manasik Haji wal Umrah Sholih Al-fauzan hal.75, Tashih Du’a Bakar Abu Zaid hal.520]

Sumber : http://www.alquran-sunnah.com

Baca Artikel Lainnya : FAEDAH IBADAH HAJI DAN UMRAH

SEPULUH KEUTAMAAN TENTANG HAJI

BALTIMORE — In the afternoons, the streets of Locust Point are clean and nearly silent. In front of the rowhouses, potted plants rest next to steps of brick or concrete. There is a shopping center nearby with restaurants, and a grocery store filled with fresh foods.

And the National Guard and the police are largely absent. So, too, residents say, are worries about what happened a few miles away on April 27 when, in a space of hours, parts of this city became riot zones.

“They’re not our reality,” Ashley Fowler, 30, said on Monday at the restaurant where she works. “They’re not what we’re living right now. We live in, not to be racist, white America.”

As Baltimore considers its way forward after the violent unrest brought by the death of Freddie Gray, a 25-year-old black man who died of injuries he suffered while in police custody, residents in its predominantly white neighborhoods acknowledge that they are sometimes struggling to understand what beyond Mr. Gray’s death spurred the turmoil here. For many, the poverty and troubled schools of gritty West Baltimore are distant troubles, glimpsed only when they pass through the area on their way somewhere else.

Photo
 
Officers blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues after reports that a gun was discharged in the area. Credit Drew Angerer for The New York Times

And so neighborhoods of Baltimore are facing altogether different reckonings after Mr. Gray’s death. In mostly black communities like Sandtown-Winchester, where some of the most destructive rioting played out last week, residents are hoping businesses will reopen and that the police will change their strategies. But in mostly white areas like Canton and Locust Point, some residents wonder what role, if any, they should play in reimagining stretches of Baltimore where they do not live.

“Most of the people are kind of at a loss as to what they’re supposed to do,” said Dr. Richard Lamb, a dentist who has practiced in the same Locust Point office for nearly 39 years. “I listen to the news reports. I listen to the clergymen. I listen to the facts of the rampant unemployment and the lack of opportunities in the area. Listen, I pay my taxes. Exactly what can I do?”

And in Canton, where the restaurants have clever names like Nacho Mama’s and Holy Crepe Bakery and Café, Sara Bahr said solutions seemed out of reach for a proudly liberal city.

“I can only imagine how frustrated they must be,” said Ms. Bahr, 36, a nurse who was out with her 3-year-old daughter, Sally. “I just wish I knew how to solve poverty. I don’t know what to do to make it better.”

The day of unrest and the overwhelmingly peaceful demonstrations that followed led to hundreds of arrests, often for violations of the curfew imposed on the city for five consecutive nights while National Guard soldiers patrolled the streets. Although there were isolated instances of trouble in Canton, the neighborhood association said on its website, many parts of southeast Baltimore were physically untouched by the tumult.

Tensions in the city bubbled anew on Monday after reports that the police had wounded a black man in Northwest Baltimore. The authorities denied those reports and sent officers to talk with the crowds that gathered while other officers clutching shields blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues.

Lt. Col. Melvin Russell, a community police officer, said officers had stopped a man suspected of carrying a handgun and that “one of those rounds was spent.”

Colonel Russell said officers had not opened fire, “so we couldn’t have shot him.”

Photo
 
Lambi Vasilakopoulos, right, who runs a casual restaurant in Canton, said he was incensed by last week's looting and predicted tensions would worsen. Credit Drew Angerer for The New York Times

The colonel said the man had not been injured but was taken to a hospital as a precaution. Nearby, many people stood in disbelief, despite the efforts by the authorities to quash reports they described as “unfounded.”

Monday’s episode was a brief moment in a larger drama that has yielded anger and confusion. Although many people said they were familiar with accounts of the police harassing or intimidating residents, many in Canton and Locust Point said they had never experienced it themselves. When they watched the unrest, which many protesters said was fueled by feelings that they lived only on Baltimore’s margins, even those like Ms. Bahr who were pained by what they saw said they could scarcely comprehend the emotions associated with it.

But others, like Lambi Vasilakopoulos, who runs a casual restaurant in Canton, said they were incensed by what unfolded last week.

“What happened wasn’t called for. Protests are one thing; looting is another thing,” he said, adding, “We’re very frustrated because we’re the ones who are going to pay for this.”

There were pockets of optimism, though, that Baltimore would enter a period of reconciliation.

“I’m just hoping for peace,” Natalie Boies, 53, said in front of the Locust Point home where she has lived for 50 years. “Learn to love each other; be patient with each other; find justice; and care.”

A skeptical Mr. Vasilakopoulos predicted tensions would worsen.

“It cannot be fixed,” he said. “It’s going to get worse. Why? Because people don’t obey the laws. They don’t want to obey them.”

But there were few fears that the violence that plagued West Baltimore last week would play out on these relaxed streets. The authorities, Ms. Fowler said, would make sure of that.

“They kept us safe here,” she said. “I didn’t feel uncomfortable when I was in my house three blocks away from here. I knew I was going to be O.K. because I knew they weren’t going to let anyone come and loot our properties or our businesses or burn our cars.”

Baltimore Residents Away From Turmoil Consider Their Role

Artikel lainnya »