MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISTA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

Umroh Akhir Ramadhan Lailatul Qodar Alhijaz Indowisata

Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari

Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. travel umroh yg murah

saco-indonesia.com, Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama telah mengakui proyek normalisasi sungai di Jakarta belum dapat maksimal. Salah satu penyebabnya adalah karena masih belum tersedianya peralatan berat untuk dapat mengerjakan pengerukan sampah tersebut.

"Pasti belum ada akselerasi penanganan sampah. Karena alat beratnya belum beli. Dumptrack-nya juga belum beli," kata Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Pria yang kerap disapa Ahok ini pun juga tidak ingin jika terkendalanya penanganan sampah tersebut disalahkan pada petugas pengerukan sampah.

"Jangan salahkan orang sampah, alatnya yang belum ada,"

Selanjutnya, Ahok juga menginginkan agar pembelian alat-alat tersebut juga tidak lagi melalui proses tender. Tetapi dengan cara memasukkan alat-alat yang dibutuhkan dalam e-katalog LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah).

"Makanya saya juga minta trus sampah tidak boleh tender nanti musti masuk e-katalog," ucapnya.

Normalisasi sungai ini pun juga dilakukan agar jalan inspeksi sungai dapat digunakan sebagai alternatif kemacetan.

"Supaya jalan inspeksi sungai itu selain berfungsi untuk dapat mmbereskan normalisasi sungai, juga jadi jalan alternatif macet," terangnya.

Ia pun juga menilai langkah pengalihan tugas pengerukan sampah dari dinas PU ke dinas Kebersihan sudah benar. Hal ini agar dapat mengurangi anggaran yang keluar untuk setiap kegiatan pengerukan.

"Udah tepat. Kalau tidak , PU cuma ngaduk-ngaduk 2 kali, bayar. Sampah yang sama, 3 kali bayar. Orang taman buang sampah ke kali, bayar. Dari kali diangkut PU naik ke atas, bayar. Di atas dibawa dinas kebersihan ke bantar gebang, bayar," pungkasnya.

Sebelumnya, kepala Dinas Kebersihan, Unu Nurdin juga mengakui jika alat yang ada saat ini sudah ada yang berusia 30 tahun.


Editor : Dian Sukmawati

NORMALISASI SUNGAI
Photo
 
Many bodies prepared for cremation last week in Kathmandu were of young men from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas. Credit Daniel Berehulak for The New York Times

KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.

Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.

“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”

Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.

Nepal’s Young Men, Lost to Migration, Then a Quake

Artikel lainnya »