Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari
Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. travel umroh bulan mei
Putra Terbaik Bangsa Taufiq Kiemas Telah Dipanggil Sang Pencipta
JAKARTA, Saco-
Indonesia.com — Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas meninggal
dunia setelah menjalani perawatan di Singapura pada Minggu (8/6/2013) malam.
Politisi
senior yang meninggal di usia 70 tahun itu selama hidupnya dikenal sebagai politisi yang
berkomitmen memperjuangkan empat pilar, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan
NKRI.
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari mengaku sangat kehilangan dengan
meninggalnya Taufiq. Menurutnya, tidak hanya MPR yang kehilangan, tetapi juga bangsa
Indonesia.
"Kepeduliannya kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal
Ika, sangat luar biasa mengesankan. Untuk keempat pilar negara itu, Pak Taufiq Kiemas siap
melakukan apa saja, berkorban apa saja," ujar Hajriyanto di Jakarta, Minggu
(8/6/2013).
Politisi Partai Golkar itu mengaku, meski kondisi fisik Taufiq semakin
menurun, semangat suami dari mantan Presiden Megawati Soekarnoputri itu selalu menyala jika
sudah berbicara Pancasila.
"Bagi beliau, Pancasila dan NKRI adalah segala-galanya.
Dan untuk dasar negara dan falsafah bangsa ini, Pak Taufiq Kiemas tidak mentolerir
pandangan-pandangan yang mengukurnya secara finansial," kata Hajriyanto.
Sebagai
salah satu politisi senior PDI Perjuangan, Taufiq juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang
sangat mengayomi semua golongan. Hajriyanto menuturkan, Taufiq mampu menyatukan semua kelompok,
aliran, dan golongan ideologis apa pun.
"Pak Taufiq selalu menjadi rujukan para
politisi Indonesia dari partai politik manavpun, apakah parpol berdasar agama ataukah parpol
nasionalis-kebangsaan. Semuanya menjadi Pak TK (panggilan akrab Taufiq Kiemas) sebagai
seniornya, kakaknya, ayahnya, bahkan rujukannya. Pak Taufiq Kiemas bukan hanya milik PDI-P,
melainkan milik bangsa dan negara Indonesia," papar Hajriyanto.
Sebelumnya
diberitakan, Taufiq Kiemas tengah menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Singapura sejak
kemarin. Taufiq menjalani perawatan setelah mendampingi Wakil Presiden Boediono meresmikan
Monumen Bung Karno dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur pada
Sabtu (1/6/2013). Peresmian dilakukan bertepatan dengan Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni
1945.
Nepal’s Young Men, Lost to Migration, Then a Quake
Photo
Many bodies prepared for cremation last week in Kathmandu were of young men from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas.Credit Daniel Berehulak for The New York Times
KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.
Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.
“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”
Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.