Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari
Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. promo umroh di Limo
Seorang nelayan tenggelam di sekitar pulau milik Atut
Seorang nelayan bernama Naya (24) warga Kampung Badongan, Desa Teluk, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, tenggelam di kawasan perairan Pulau Popole, Minggu, (16/3). Hingga kini, pencarian korban masih dilakukan warga dan Relawan Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Banten.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, peristiwa ini bermula di saat korban tengah mencari ikan di sekitar Pulau Popole, pulau yang disebut-sebut milik keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Saat itu Naya mencari ikan bersama Jastari (30) yang juga warga Desa Teluk Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang. Tiba-tiba, korban terjatuh dari atas perahu dan langsung tergulung gelombang laut.
Jastari yang saat itu melihat korban tenggelam, tidak bisa menyelamatkannya, karena Jastari yang juga pemilik perahu, sedang menarik jaring. "saya tidak bisa menolongnya karena dia langsung tenggelam," ujar Jastari.
Sementara itu, koordinator relawan Balawista, Ade Ervin mengatakan, saat ini pihaknya baru melakukan pencarian. Karena pihak keluarga korban baru melaporkan kehilangan korban, Senin (17/3).
Pencarian dilakukan di sekitar pulau di mana korban dinyatakan hilang. "Kami baru terima laporan. Makanya kami baru lakukan pencarian. Jika kemarin langsung lapor, kami langsung detik itu juga melakukan pencarian," katanya.
KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.
Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.
“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”
Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.