Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari
Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. biro haji Serang
BERAMAL
Rasanya, semua telinga akrab dengan dalil
ini. Sebab dia sering diucapkan dalam pembuka nasehat, sebagai kalimat pujian. Bahkan para
pemula yang ingin belajar nasehat, tentu menghafal mati dalil ini. Memang keren dalilnya. Paten
redaksionalnya. Dan juga sering diulas para penyampai, jika menerangkan bab pengamalan. Karena
memang begitulah adanya. Bagi pemerhati keriuh-rendahan beramal, tentu tidak akan melewatkan
dalil – dalil ini.
Di dalam KitabNya Allah berfirman; Dan diserukan
kepada mereka: “Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu
kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7] : 43). Ayat semisal terdapat juga dalam QS. Az-Zukhruf
[43] : 72)
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu
amalkan”. (QS. An-Nahl [16] : 32)
“Dan masing-masing orang memperoleh
derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.” (Al-‘An’am 132)
Dalil – dalil di atas, jelas
menunjukkan pentingnya beramal dalam ibadah. Sebab dengannya orang bisa memperoleh tinggi
– rendahnya derajat di surga. Oleh karena itu, tak salah orang memperbanyak amal untuk
kehidupan di sana kelak. Yang perlu diingat adalah serentetan dalil – dalil di bawah ini.
Bukan menakut-nakuti. Demikian banyaknya setidaknya membuat kita berjaga – jaga. Kadang
malah bisa membuat kontra produktif, jika tidak arif dan bijaksana dalam memahaminya. Sebab
kelihatan saling bertentangan antara satu dan lainnya. Jangankan orang macam saya, dulu para
sahabat pun dibuat bingung karenanya.
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar
Rasulullah SAW bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam
surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau
menjawab, “Aku pun tidak. Kecuali jika Allah menyelimuti pada (amalan)ku dengan kefadholan
dan rahmat.” (Rowahu Bukhary – Jilid 1)
Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq
bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal no. 6463, 6464, 6467, juga menyebutkan walau
dengan redaksi yang agak berbeda.
“Amal tidak akan bisa menyelamatkan seseorang
di antara kalian.” Mereka bertanya: “Tidak pula Engkau wahai Rasulullah SAW?”
Beliau menjawab: “Ya, saya pun tidak, kecuali Allah menganugerahkan rahmat kepadaku.
Tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam,
beramallah yang pertengahan, yang pertengahan, kalian pasti akan sampai.”
“Tepatlah kalian, mendekatlah, dan ketahuilah bahwasanya amal tidak akan memasukkan
seseorang ke dalam surga. Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah itu adalah yang paling
sering diamalkan walaupun sedikit.”
“Tepatlah kalian, mendekatlah, dan
bergembiralah, karena sesungguhnya amal tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.”
Para shahabat bertanya: “Termasuk juga anda wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Ya, termasuk juga saya, kecuali jika Allah menganugerahkan ampunan dan rahmat
kepadaku.”
Saddidu, asal katanya sadad; ketepatan, sesuatu yang tepat. Maknanya
menurut Ibn Hajar, shawab; benar. Artinya, beramallah dengan tepat, benar, mengikuti sunnah dan
penuh keikhlasan.
Qaribu yang bermakna ‘mendekatlah’ maknanya ada dua;
pertama, jangan menjauhi amal seluruhnya ketika tidak mampu, dan kedua, jangan berlebihan dalam
beramal sehingga merasa kelelahan dan bosan. Itu berarti ambillah pertengahan dalam beramal.
Ketika malas tiba, bertahan dengan tidak meninggalkan amal seluruhnya, beramallah sedekat-
dekatnya, tidak mampu 100% (sadad) beramallah 90% (qarib), dan ketika semangat tiba, beramal
dengan tidak berlebihan karena akan menyebabkan kelelahan dan kejenuhan.
Ughdu artinya
berpergianlah di waktu pagi, ruhu artinya berpergianlah di waktu sore, dan ad-duljah artinya
berpergian di waktu malam. Kata ad-duljah disertai dengan kata syai` (syai` minad-duljah;
sedikit/sesaat di waktu malam) karena memang berpergian di waktu malam cukup sulit. Menurut Ibn
Hajar, ini seolah-olah isyarat agar shaum di sepanjang hari dari sejak pagi sampai sore, dan
shalat tahajjud di sebagian malam. Walaupun, menurutnya, bisa juga diperluas untuk ibadah-ibadah
lainnya. Ibadah dalam hal ini diibaratkan dengan berpergian/perjalanan karena memang seorang
‘abid (yang beribadah) itu ibarat seseorang yang sedang berpergian dan menempuh perjalanan
menuju surga.
Al-qashda maknanya pertengahan. Dijelaskan dalam riwayat lain sebagai
amal yang rutin dikerjakan (dawam) walaupun sedikit-sedikit.
Taghammada diambil dari
kata ghimd yang berarti sarung pedang. Taghammada berarti menyarungkan, atau dengan kata lain
menutup (satr). Jika dilekatkan dengan kata rahmat dan ampunan, berarti menganugerahkan
sepenuhnya (semua penjelasan dalam syarah mufradat ini disadur dari Fath al-Bari kitab ar-riqaq
bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal).
Sementara itu, Shahih Muslim
kitab shifat al-qiyamah wal-jannah wan-nar bab lan yadkhula ahadun al-jannah bi ‘amalihi
no. 7289-7302, tidak hanya disebut tidak akan masuk surga saja, melainkan ditegaskan juga tidak
akan selamat dari neraka.
“Amal tidak akan memasukkan seseorang di antara kalian
ke surga dan tidak pula menyelamatkannya dari neraka. Demikian juga saya, kecuali dengan rahmat
Allah SWT”.
Dulu, pertama kali mendengar hadits ini, saya kaget. Kok begitu ya?
Alhamdulillah Allah paring kefahaman. Salah satunya lewat cerita sederhana kisah ahli ibadah
dari Bani Israil. Diceritakan ada seorang hamba yang tekun dan rajin beribadah selama 500
tahun. Dia hidup menyendiri di sebuah gunung, tak pernah berbuat dosa sedikitpun. Hari –
harinya diisi ibadah dan ibadah, tak lain. Dan kala meninggalnya pun dalam keadaan sedang
bersujud. Akhirnya di hari Qiyamat Allah membangkitkan dia dan memasukkannya ke surga. Allah
berfirman; “Dengan rahmatku, masuklah kamu ke surge.” Mendengar perkataan tersebut
si hamba protes. “Ya Allah, bukankah karena amalanku?”
Allah menjawab;
“Karena rohmatku.”
Hamba; “Tidak. Ini semua karena amalanku selama 500
tahun.”
Allah menjawab; “Baiklah. Sekarang akan saya buktikan.”
Kemudian Allah memperlihatkan timbangan amal si hamba. Semua amalan si hamba ditempatkan di
sisi timbangan dan nikmat – nikmat Allah di sisi satunya lagi. Hasilnya, amalan hamba
selama 500 tahun itu tak menggeser sedikit pun nikmat dan anugerah Allah yang diberikan
kepadanya. Akhirnya, si hamba sadar dan memahami bahwa sebab masuknya dia ke surga adalah karena
rohmat Allah.
Cerita ini semakin meneguhkan nasehat klasik bahwa sebenarnya kita
beribadah ini cuma modal dengkul. Semuanya atas peparing Allah. Jadi gak boleh sombong
–membanggakan amal - dan gak boleh bengong - tidak dilandasi niat karena Allah.
Selanjutnya saya memetik beberapa nash terkait akan situasi ini. Yaitu adanya lipatan amalan
yang diberikan Allah kepada setiap amal baik hambaNya. Sedangkan untuk amal jelek, Allah tidak
menulis kecuali seperti apa adanya. Walhasanatu biasyri amtsaliha – dan satu kebaikan itu
dengan sepuluh semisalnya. Atau seperti yang tersebut di dalam surat Albaqoroh laksana sebiji
padi yang menumbuhkan tujuh tangkai dan setiap tangkai berbuah 100 bulir padi alias 700 kali
lipatan. Atau dalam atsar – atsar puasa, dimana disebutkan bahwa pahala amal anak adam itu
dilipatkan ila masyaa Allah. Inilah pemahaman lebih lanjut arti redaksi Kecuali jika Allah
menyelimuti pada (amalan)ku dengan kefadholan dan rahmat. Ada lipatan sebagai bentuk kefadhalan
Allah dan nikmat dan anugerah Allah – sebagai rahmat, sehingga kita bisa beramal meraih
surga setinggi – tingginya. Maka, tak heran ketika kita masuk - keluar masjid pun dituntun
dengan doa untuk mengingatkan akan rahmat dan fadhilah Allah ini dalam setiap jengkal langkah
kita dalam beramal.
Nah, satu lagi yang “membanggakan” adalah hadits -
hadits tersebut di atas memang jarang dikumandangkan. Hanya sesaat – sesaat saja dan oleh
orang – orang tertentu saja. Namun, barangkali ketemu, semoga sedikit tulisan ini
bermanfaat bagi yang membacanya. Tak lebih.
Baltimore Residents Away From Turmoil Consider Their Role
BALTIMORE — In the afternoons, the streets of Locust Point are clean and nearly silent. In front of the rowhouses, potted plants rest next to steps of brick or concrete. There is a shopping center nearby with restaurants, and a grocery store filled with fresh foods.
And the National Guard and the police are largely absent. So, too, residents say, are worries about what happened a few miles away on April 27 when, in a space of hours, parts of this city became riot zones.
“They’re not our reality,” Ashley Fowler, 30, said on Monday at the restaurant where she works. “They’re not what we’re living right now. We live in, not to be racist, white America.”
As Baltimore considers its way forward after the violent unrest brought by the death of Freddie Gray, a 25-year-old black man who died of injuries he suffered while in police custody, residents in its predominantly white neighborhoods acknowledge that they are sometimes struggling to understand what beyond Mr. Gray’s death spurred the turmoil here. For many, the poverty and troubled schools of gritty West Baltimore are distant troubles, glimpsed only when they pass through the area on their way somewhere else.
Photo
Officers blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues after reports that a gun was discharged in the area.Credit Drew Angerer for The New York Times
And so neighborhoods of Baltimore are facing altogether different reckonings after Mr. Gray’s death. In mostly black communities like Sandtown-Winchester, where some of the most destructive rioting played out last week, residents are hoping businesses will reopen and that the police will change their strategies. But in mostly white areas like Canton and Locust Point, some residents wonder what role, if any, they should play in reimagining stretches of Baltimore where they do not live.
“Most of the people are kind of at a loss as to what they’re supposed to do,” said Dr. Richard Lamb, a dentist who has practiced in the same Locust Point office for nearly 39 years. “I listen to the news reports. I listen to the clergymen. I listen to the facts of the rampant unemployment and the lack of opportunities in the area. Listen, I pay my taxes. Exactly what can I do?”
And in Canton, where the restaurants have clever names like Nacho Mama’s and Holy Crepe Bakery and Café, Sara Bahr said solutions seemed out of reach for a proudly liberal city.
“I can only imagine how frustrated they must be,” said Ms. Bahr, 36, a nurse who was out with her 3-year-old daughter, Sally. “I just wish I knew how to solve poverty. I don’t know what to do to make it better.”
The day of unrest and the overwhelmingly peaceful demonstrations that followed led to hundreds of arrests, often for violations of the curfew imposed on the city for five consecutive nights while National Guard soldiers patrolled the streets. Although there were isolated instances of trouble in Canton, the neighborhood association said on its website, many parts of southeast Baltimore were physically untouched by the tumult.
Tensions in the city bubbled anew on Monday after reports that the police had wounded a black man in Northwest Baltimore. The authorities denied those reports and sent officers to talk with the crowds that gathered while other officers clutching shields blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues.
Lt. Col. Melvin Russell, a community police officer, said officers had stopped a man suspected of carrying a handgun and that “one of those rounds was spent.”
Colonel Russell said officers had not opened fire, “so we couldn’t have shot him.”
Photo
Lambi Vasilakopoulos, right, who runs a casual restaurant in Canton, said he was incensed by last week's looting and predicted tensions would worsen.Credit Drew Angerer for The New York Times
The colonel said the man had not been injured but was taken to a hospital as a precaution. Nearby, many people stood in disbelief, despite the efforts by the authorities to quash reports they described as “unfounded.”
Monday’s episode was a brief moment in a larger drama that has yielded anger and confusion. Although many people said they were familiar with accounts of the police harassing or intimidating residents, many in Canton and Locust Point said they had never experienced it themselves. When they watched the unrest, which many protesters said was fueled by feelings that they lived only on Baltimore’s margins, even those like Ms. Bahr who were pained by what they saw said they could scarcely comprehend the emotions associated with it.
But others, like Lambi Vasilakopoulos, who runs a casual restaurant in Canton, said they were incensed by what unfolded last week.
“What happened wasn’t called for. Protests are one thing; looting is another thing,” he said, adding, “We’re very frustrated because we’re the ones who are going to pay for this.”
There were pockets of optimism, though, that Baltimore would enter a period of reconciliation.
“I’m just hoping for peace,” Natalie Boies, 53, said in front of the Locust Point home where she has lived for 50 years. “Learn to love each other; be patient with each other; find justice; and care.”
A skeptical Mr. Vasilakopoulos predicted tensions would worsen.
“It cannot be fixed,” he said. “It’s going to get worse. Why? Because people don’t obey the laws. They don’t want to obey them.”
But there were few fears that the violence that plagued West Baltimore last week would play out on these relaxed streets. The authorities, Ms. Fowler said, would make sure of that.
“They kept us safe here,” she said. “I didn’t feel uncomfortable when I was in my house three blocks away from here. I knew I was going to be O.K. because I knew they weren’t going to let anyone come and loot our properties or our businesses or burn our cars.”