MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISATA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

ITINERARY PERJALANAN UMROH CITYTOUR ISTANBUL 10 HARI

Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari

Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. biaya umroh Bekasi barat

saco-indonesia.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memutuskan pemberian ucapan terima kasih berupa uang atau barang dan biaya transport kepada penghulu nikah termasuk gratifikasi. Hal itu telah diputuskan oleh KPK setelah mengadakan rapat koordinasi dengan Kemenag, Kemenkokesra, Kemenkeu, Bappenas, yang telah membahas soal praktik pelaksanaan nikah oleh KUA di berbagai tempat.

"Dari rapat hari ini telah disepakati; praktik penerimaan honor, tanda terima kasih, pengganti uang transport dalam pencatatan nikah adalah gratifikasi sebagaimana yang tertera  dalam pasal 12B UU Tipikor," ujar Direktur Gratifikasi Giri Suprapdiono di KPK, Rabu (18/12).

Giri juga mengatakan anggaran operasional di KUA akan dinaikkan guna untuk mencegah para penghulu menerima ucapan imbalan dari pasangan yang dinikahkan. Sebab, menurutnya, uang operasional sebesar Rp 2 juta per bulan dianggap tidak dapat mencukupi biaya transport.

"Anggaran operasional cuma Rp 2 juta perbulan, tahun depan Rp 3 juta perbulan itu pun juga digunakan untuk operasional kantor. Maka dipandang biaya tersebut tidak dapat memenuhi transport pengulu," ujar Giri.

Pihaknya telah memahami banyak penghulu yang tidak memiliki transport untuk bisa datang ke tempat pernikahan. Hal itu yang dapat menjadi celah untuk penerimaan gratifikasi.

"Hanya sedikit yang punya alat transport, pada dasarnya gak ada sarana dan prasarana penghulu untuk bisa mendatangani pengantin, inilah yang jadi celah untuk penerimaan gratifikasi," ujar Giri.

Giri juga menambahkan jika nanti ada penghulu yang menerima honor, tanda terimakasih, atau uang transport, dari pengantin, harus segera dilaporkan kepada KPK.

"Setiap penerimaan gratifikasi harus dilaporkan kepada KPK dan untuk bisa memudahkan akan diatur mekanisme kemudian," tambahnya.

Selain itu, biaya operasional pencatatan di luar jam kantor, akan dibebankan ke APBN. Untuk itu, pemerintah juga perlu mengubah PP Nomor 7 Tahun 2004.

"1. Biaya operasional pencatatan di luar kantor, luar jam kantor dibebankan ke APBN. 2. Perlu ubah PP No 7/2004 paling lambat 2014. 3. Menunggu peraturan yang baru, Kemenag akan keluarkan peraturan menteri," pungkasnya.


Editor : Dian Sukmawati

AMPLOP KE PENGHULU MASUK GRATIFIKASI

WASHINGTON — During a training course on defending against knife attacks, a young Salt Lake City police officer asked a question: “How close can somebody get to me before I’m justified in using deadly force?”

Dennis Tueller, the instructor in that class more than three decades ago, decided to find out. In the fall of 1982, he performed a rudimentary series of tests and concluded that an armed attacker who bolted toward an officer could clear 21 feet in the time it took most officers to draw, aim and fire their weapon.

The next spring, Mr. Tueller published his findings in SWAT magazine and transformed police training in the United States. The “21-foot rule” became dogma. It has been taught in police academies around the country, accepted by courts and cited by officers to justify countless shootings, including recent episodes involving a homeless woodcarver in Seattle and a schizophrenic woman in San Francisco.

Now, amid the largest national debate over policing since the 1991 beating of Rodney King in Los Angeles, a small but vocal set of law enforcement officials are calling for a rethinking of the 21-foot rule and other axioms that have emphasized how to use force, not how to avoid it. Several big-city police departments are already re-examining when officers should chase people or draw their guns and when they should back away, wait or try to defuse the situation

Police Rethink Long Tradition on Using Force

Artikel lainnya »