agen pengatur umrah serta haji alhijaz indowisata tours & travel pt 08111-34-1212 adalah agen perjalanan yang bakal membantu Anda mengurus segala kebutuhan utk mengerjakan ibadah umroh dan haji onh plus. travel alhijaz indowisata hendak mempersiapkan keringanan bagi Anda yang ingin mengerjakan ibadah tanpa harus mengeluarkan begitu banyak tenaga beserta ongkos bakal menyelesaikan semua keperluan umroh, lantaran terdapat banyak dokumen yang harus Anda miliki ketika bisa meregistrasi kepergian umrah seperti paspor, visa, buku keterangan suntik meningitis, buku keterangan dalam serta lainnya.
biro travel umroh & haji alhijaz indowisata tour & travel kota jakarta timur dki jakarta pula dapat mempersiapkan jasa haji plus bersama layanan paket umroh reguler, ramadon beserta umroh plus, umroh Jan, umroh Feb, umroh Mar, umrah Apr. umrah Mey, umroh Juny, umroh Juli, umroh Agustus, umrah August, umrah Sept, umrah October, umrah November, umroh Desember  2022 2023 2024 2025 2026 2027 pengatur umrah bakal membantu kepengurusan surat, tiket berangkat & pulang, booking tempat menginap sebagai tempat menginap Ketika mengerjakan ibadah umrah, land arrangement, transport bis Selama di Madinah dan Makkah, handling kelengkapan jamaah, manasik bersama lain-lain. Dgn adanya bantuan biro penyelenggara umroh kita, Anda bisa fokus beserta khusyuk dari kegiatan ibadah umroh di Tanah Suci tanpa harus repot menyelesaikan semuanya sendiri. kita terus-menerus bakal memperluas sekitar bisnis kami hingga ke luar kota jakarta mendapatkan kita bisa menjangkau para konsumen kita sampai ke semua kota Indonesia. Dan lanjut ke website kami www.alhijazindowisata.net
Gonta-ganti Pasangan dan Risiko Penyakit Mematikan
Saco-Indonesia.com -
Pemberitaan mengenai kasus hukum yang dibumbui kisah sejumlah wanita di
sekelilingnya serta kehidupan para pejabat tinggi yang gonta-ganti pasangan membuat saya
harus mengingatkan bahwa kehidupan seks bebas berisiko berbagai penyakit terutama Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Pengalaman klinis saya sebagai dokter
spesialis penyakit dalam menemukan, pasien dengan HIV terjadi pada semua kalangan. Penyakit ini
bisa menulari semua profesi. Ibu rumah tangga(IRT) yang tidak gonti-
ganti pasanganpun menderita HIV karena mungkin tertular dari suaminya yang suka "jajan"
diluar.
Seorang ibu muda baik-baikyang akan
menikah positif mengidap HIV karena kemungkinan tertular dari mantan pacarnya yang
memakai narkoba, dimana saat pacaran sewaktu duduk di bangku SMA pernah berhubungan seks
beberapa kali. Berdasarkan pengalaman ini, untuk memastikan apakah seseorang menderita HIV
AIDS, saya tidak akan melihat status sosial pasien tersebut walau sehormat apapun status sosial
pasien tersebut.
Beberapa kali media pernah menguak kehidupan seks
para oknum pejabatdan petinggi negara. Gonta-ganti pasangan sepertinya sesuatu hal
yang berjalan lumrah. Pejabat tinggi negara termasuk para penguasa daerah yang beristri lebih
dari satu juga bukan rahasia lagi. Gratifikasi seks juga sudah tidak menjadi rahasia umum lagi.
Dari sudut agama, jelas bahwa hubungan seks di luar pernikahan
merupakan zinah dan amal ibadah orang yang melakukan zinah tidak diterima selama 40
tahun. Dari sudut kesehatan gonta-ganti pasangan berisiko penyakit, kelompok
penyakit akibat gonta-ganti pasangan ini dimasukan sebagai sexually transmitted disease
(STD). Untak para wanita yang gonta-ganti pasangan selain penyakit STD tadi juga berisiko untuk
terjadinya kanker mulut rahim sedang untuk laki-laki gonta-ganti pasien akan menambah risiko
untuk menderita kanker prostat dikemudian hari.
Saya masih ingat
ketiga seseorang pasien laki-laki muda datang kepadasaya karenamenderita infeksi kencing nanah (GO) setelah berhubungan dengan wanita "baik-
baik".
Sang pasien tidak habis pikir wanita yang disangka "baik-
baik" tersebut ternyata menularkan kencing nanah kepada dirinya. Saat itusaya
sampaikan kepada pasien tersebut kalau penyakit kelamin tidak mengenal status
sosial pasien yang mengalami penyakit kelamin tersebut.
Siapapun yang
berhubungan seks dengan dengan seseorangdengan kehidupan seks gonta-ganti pasangan
berpotensi menularkan penyakit yang didapat dari pasangan seks sebelumnya. Pasien
dengan HIV positif atau dengan hepatitis B atau C sama dengan orang normal tanpa infeksi virus
tersebut. Ketiga penyakit virus ini merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual.
Yang membedakan bahwa satu dengan yang lain adalah bahwa didalam darah pasien dengan HIV atau pasien dengan hepatitis B atau Cmengandung virus tersebut sedang yang lain tidak. Secara fisiktidak dapat
dibedakansiapa yang didalam tubuhnya mengandung virus yang sangat berbahaya
tersebut.
Oleh karena itu, saat kita berhubungan seks dengan
seseorang yang bukan istri kita maka kita sudah berisiko untuk mengalami penyakit infeksi yang
berbahaya dan mematikan. Fase tanpa keluhan penderita infeksi virus ini dapat berlangsung selama
5-10 tahun sampai mereka mempunyai gejala. Oleh karena itu sering saya mendapatkan pasien yang
mengalami HIV AIDS saat ini dan menduga tertular pada saat 5 atau 10 tahun yang lalu karena
mereka menyampaikan setelah menikah 5 tahun belakangan ini mereka tidak pernah berhubungan seks
dengan orang lain kecualikepada istri atau suami sahnya saja.
Kita tahu bahwa penyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang berbahaya dan
mematikan.Penyakit ini disebabkan oleh virus "Human Immunodeficiency
Virus" (HIV), sampai saat ini vaksin yang established yang dapat digunakan
secara luas belum ditemukan. Obat-obat anti retroviral (ARV) yang ada saat ini sudah mampu
menekan jumlah virus sampai tidak terdeteksi. Bukti klinik membuktikan bahwa pengobatan dengan
ARV bisa menekan penyebaran virus sampai lebih 90 %. Di Indonesia ARV saat ini masih gratis
dengan akses mudah untuk mendapatkannya. Memang saat ini angka penggunaan ARV di Indonesia masih
rendah. Pasien-pasien HIV yang tidak mau mengkonsumsi ARV dengan berbagai alasan lebih cepat
menghadap Yang Maha Kuasa.
Gejala klinis akibat virus baru
muncul pada penderita infeksi HIV yang sudah lanjut, jika daya tahan tubuhnya sudah menurun.
Berbagai infeksi oportunistik akan muncul seperti sariawan karena jamur kandida, TBC paru,
infeksi otak, diare kronik karena infeksi jamur atau parasit atau berupa timbul hitam2 dikulit.
Selain itu, pasien HIV yang sudah masuk tahap lanjut ini mengalami berat badan turun. Hasil
pemeriksaan laboratorium pasien terinfeksi HIV yang lanjut jumlah lekosit akan kurang dari
5.000 dengan limfosit kurang dari 1.000. Diare kronik, sariawan dimulut dan berat badan turun
merupakan gejala utama jika pasien sudah mengalami infeksi HIV lanjut dan sudah masuk fase
AIDS.
Bagaimana mencegah infeksi ini lebih lanjut? Stop gonta-ganti pasangan, stop gratifikasi seks. Siapa saja yang pernah melakukan
hubungan seksual, terutama hubungan seksual di luar nikah dan pernah menggunakan jarum suntik
yang tidak steril atau pernah menggunakan Narkoba jarum suntik dianjurkan untuk memeriksa status
HIVnya. Karena semakin dini pasien HIV diberikan obat anti virus (ARV) semakin cepat menurunkan
jumlah virus dan mengurangi potensi penularan dan tentu pada akhirnya meningkatkan kualitas
hidup orang dengan HIV tersebut
Gonta-ganti
pasanganbukan merupakan budaya tapi merupakan kebiasaan dan tentunya kebiasaan
buruk. Risiko gonta-ganti pasangan bukan saja pada prianya tapi juga wanitanya, ketika
seseorang wanita dirayu oleh uang dan harta dan mengikuti keinginan naluri seks yang memberi
uang, sebenarnya para wanita tersebut juga sudah berisiko untuk tertular penyakit dari laki-
laki tersebut, begitu pula sebaliknya ketika si pria berhubungan dengan wanita yang mudah diraih
dengan rayuan uang atau harta, laki-laki tersebut juga harus sadar mungkin para wanita tersebut
baru saja jatuh dari pelukan laki-laki lain yang belum jelas status HIVnya.
Bagi yang belum terjebak dari kebiasaan gonta-ganti pasangan sebaiknya tidak
berhubungan seks sebelum menikah dan tetap setia dengan satu pasangan agar tidak terjebak
kebiasaaan gonta-ganti pasangan yang beriko penyakit yang berat dan mematikan walau kesenangan
tersebut dapat diraih dengan mudah.
Baltimore Residents Away From Turmoil Consider Their Role
BALTIMORE — In the afternoons, the streets of Locust Point are clean and nearly silent. In front of the rowhouses, potted plants rest next to steps of brick or concrete. There is a shopping center nearby with restaurants, and a grocery store filled with fresh foods.
And the National Guard and the police are largely absent. So, too, residents say, are worries about what happened a few miles away on April 27 when, in a space of hours, parts of this city became riot zones.
“They’re not our reality,” Ashley Fowler, 30, said on Monday at the restaurant where she works. “They’re not what we’re living right now. We live in, not to be racist, white America.”
As Baltimore considers its way forward after the violent unrest brought by the death of Freddie Gray, a 25-year-old black man who died of injuries he suffered while in police custody, residents in its predominantly white neighborhoods acknowledge that they are sometimes struggling to understand what beyond Mr. Gray’s death spurred the turmoil here. For many, the poverty and troubled schools of gritty West Baltimore are distant troubles, glimpsed only when they pass through the area on their way somewhere else.
Photo
Officers blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues after reports that a gun was discharged in the area.Credit Drew Angerer for The New York Times
And so neighborhoods of Baltimore are facing altogether different reckonings after Mr. Gray’s death. In mostly black communities like Sandtown-Winchester, where some of the most destructive rioting played out last week, residents are hoping businesses will reopen and that the police will change their strategies. But in mostly white areas like Canton and Locust Point, some residents wonder what role, if any, they should play in reimagining stretches of Baltimore where they do not live.
“Most of the people are kind of at a loss as to what they’re supposed to do,” said Dr. Richard Lamb, a dentist who has practiced in the same Locust Point office for nearly 39 years. “I listen to the news reports. I listen to the clergymen. I listen to the facts of the rampant unemployment and the lack of opportunities in the area. Listen, I pay my taxes. Exactly what can I do?”
And in Canton, where the restaurants have clever names like Nacho Mama’s and Holy Crepe Bakery and Café, Sara Bahr said solutions seemed out of reach for a proudly liberal city.
“I can only imagine how frustrated they must be,” said Ms. Bahr, 36, a nurse who was out with her 3-year-old daughter, Sally. “I just wish I knew how to solve poverty. I don’t know what to do to make it better.”
The day of unrest and the overwhelmingly peaceful demonstrations that followed led to hundreds of arrests, often for violations of the curfew imposed on the city for five consecutive nights while National Guard soldiers patrolled the streets. Although there were isolated instances of trouble in Canton, the neighborhood association said on its website, many parts of southeast Baltimore were physically untouched by the tumult.
Tensions in the city bubbled anew on Monday after reports that the police had wounded a black man in Northwest Baltimore. The authorities denied those reports and sent officers to talk with the crowds that gathered while other officers clutching shields blocked traffic at Pennsylvania and West North Avenues.
Lt. Col. Melvin Russell, a community police officer, said officers had stopped a man suspected of carrying a handgun and that “one of those rounds was spent.”
Colonel Russell said officers had not opened fire, “so we couldn’t have shot him.”
Photo
Lambi Vasilakopoulos, right, who runs a casual restaurant in Canton, said he was incensed by last week's looting and predicted tensions would worsen.Credit Drew Angerer for The New York Times
The colonel said the man had not been injured but was taken to a hospital as a precaution. Nearby, many people stood in disbelief, despite the efforts by the authorities to quash reports they described as “unfounded.”
Monday’s episode was a brief moment in a larger drama that has yielded anger and confusion. Although many people said they were familiar with accounts of the police harassing or intimidating residents, many in Canton and Locust Point said they had never experienced it themselves. When they watched the unrest, which many protesters said was fueled by feelings that they lived only on Baltimore’s margins, even those like Ms. Bahr who were pained by what they saw said they could scarcely comprehend the emotions associated with it.
But others, like Lambi Vasilakopoulos, who runs a casual restaurant in Canton, said they were incensed by what unfolded last week.
“What happened wasn’t called for. Protests are one thing; looting is another thing,” he said, adding, “We’re very frustrated because we’re the ones who are going to pay for this.”
There were pockets of optimism, though, that Baltimore would enter a period of reconciliation.
“I’m just hoping for peace,” Natalie Boies, 53, said in front of the Locust Point home where she has lived for 50 years. “Learn to love each other; be patient with each other; find justice; and care.”
A skeptical Mr. Vasilakopoulos predicted tensions would worsen.
“It cannot be fixed,” he said. “It’s going to get worse. Why? Because people don’t obey the laws. They don’t want to obey them.”
But there were few fears that the violence that plagued West Baltimore last week would play out on these relaxed streets. The authorities, Ms. Fowler said, would make sure of that.
“They kept us safe here,” she said. “I didn’t feel uncomfortable when I was in my house three blocks away from here. I knew I was going to be O.K. because I knew they weren’t going to let anyone come and loot our properties or our businesses or burn our cars.”