JAKARTA, —
Sinyal-sinyal pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
semakin jelas. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan subsidi harus dikurangi untuk
menjaga perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Saya harus
mengatakan dengan gamblang bahwa subsidi BBM perlu diturunkan. Caranya dengan menaikkan harga
BBM secara terbatas dan terukur," kata Presiden saat pidato dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Bidakara, Jakarta, Kamis (30/4/2013).
Presiden mengatakan, ia tidak punya niat untuk menaikkan harga BBM sampai harga pasar atau
keekonomian yang mencapai Rp 10.000 per liter.
Dengan kebijakan ini, lanjut
Presiden, fiskal dan APBN akan menjadi sehat, perekonomian menjadi lebih aman di tengah resesi
dunia, ketahanan ekonomi terjaga, lebih banyak biaya untuk kesejahteraan rakyat dan membangun
infrastruktur, serta subsidi akan lebih adil dan tepat sasaran.
Presiden
mengungkapkan bila tidak ada kenaikan harga BBM, subsidi total di APBN akan melonjak menjadi Rp
446,8 triliun dengan subsidi BBM mencapai Rp 297,7 triliun dan defisit akan menjadi Rp 353,6
triliun atau 3,83 persen dari produk domestik bruto Indonesia.
Saat ini,
dalam APBN 2013, penerimaan negara mencapai Rp 1.529,7 triliun dengan belanja negara Rp 1.683
triliun dan defisit Rp 150,3 triliun atau 1,65 persen dari PDB. Sementara dana subsidi total
mencapai Rp 317,2 triliun dengan subsidi BBM mencapai Rp 193,8 triliun.
"Jika tidak ada perbaikan, tidak dikendalikan subsidi ini. Subsidi total akan bengkak
menjadi Rp 446,8 triliun. Bayangkan penerimaan total Rp 1.500 triliun untuk subsidi sudah Rp
446,8 triliun dengan subsidi BBM mencapai Rp 297,7 triliun," kata Presiden.
Namun, mengenai waktu kenaikan harga BBM, menurut Presiden, ialah bila dana kompensasi untuk masyarakat sudah siap. Hal ini harus dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR.
Sumber : KOMPAS.com