MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISATA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

UMROH SEPTEMBER

saco-indonesia.com, Dua kali kalah atas Bayern Munich disebut Andres Iniesta akan membuat Barcelona belajar akan kesalahan sendiri. Ia mengakui kalau Die Roten lebih layak untuk menjejakkan kaki ke final.

Barca harus dua kali mengakui kemenangan Bayern secara telak, 0-4 di leg pertama dan 0-3 di pertemuan kedua dinihari tadi. Hasil ini membuat Los Cules harus mengalami kekalahan agregat terbesar di Eropa sepanjang sejarah mereka.

Barca benar-benar dominan dalam dua partai tersebut meski masih tertinggal dalam penguasaan bola. Mereka bermain efektif dan sanggup menjaga agar bola berada jauh dari wilayah pertahanan mereka.

Sebaliknya, Blaugrana yang tampil tanpa diperkuat pemain andalannya, Lionel Messi malam tadi, jarang benar-benar mengancam gawan Manuel Neuer. Padahal mereka memulai kompetisi Liga Champions sebagai tim yang lebih diunggulkan daripada Bayern.

Iniesta pun menyebut kegagalan ini sebagai momen untuk memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan. Sedikit kecewa timnya tak mampu mengimbangi Bayern, ia pun mengakui bahwa lawannya itu memang lebih unggul secara permainan.

"Kekalahan ini seharusnya membantu kami belajar dari kesalahan kami, sesuatu yang tidak bisa kami lakukan di pertarungan ini. Kami juga harus mempersiapkan diri meski ketika menang dan menyadari masih ada beberapa tim kuat di luar sana harus kami kalahkan," kata Iniesta seperti dikutip AS.

"Tim ini mencoba segalanya untuk mengalahkan Bayern, tapi mereka tapi mereka mengalahkan kami karena mereka lebih kuat dan lebih terorganisir. Mereka mempermainkan kami di leg pertama dan leg kedua. Mereka sangatlah kuat dan kami rasa mereka layak di final. Mereka punya level kebugaran yang luar biasa dan mereka rileks."

"Ini melukai kami di mana kami tidak berada satu level dengan mereka, setiap satu orang dari kami memberikan segalanya di dua pertandingan, tapi ini tidak berjalan baik untuk kami," imbuhnya.

Kekalahan akan Bantu Barca Belajar dari Kesalahan
Photo
 
Many bodies prepared for cremation last week in Kathmandu were of young men from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas. Credit Daniel Berehulak for The New York Times

KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.

Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.

“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”

Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.

Nepal’s Young Men, Lost to Migration, Then a Quake

Artikel lainnya »