NEW YORK, Saco-Indonesia.com — Mengonsumsi serangga
bisa menjadi cara untuk memerangi kelaparan di dunia. Demikian menurut sebuah laporan PBB
terbaru.
Laporan yang dirilis Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) itu juga
mengatakan bahwa mengonsumsi serangga meningkatkan nutrisi konsumennya dan mengurangi
polusi.
FAO mencatat setidaknya dua miliar orang di seluruh dunia sudah
mengonsumsi serangga sebagai variasi makanan sehari-hari mereka.
Lebah,
kumbang, dan serangga-serangga lainnya saat ini sudah menjadi makanan bagi manusia dan hewan
ternak. FAO mengatakan, peternakan serangga adalah salah satu jalan untuk meningkatkan ketahanan
pangan dunia.
"Serangga ada di mana-mana dan mereka bereproduksi sangat
cepat. Serangga memiliki pertumbuhan tertinggi, tetapi meninggalkan jejak lingkungan yang
sangat rendah," demikian laporan FAO.
Laporan itu juga menyebut serangga
juga memiliki rasa yang lezat, tinggi kadar protein, serta memiliki kadar lemak dan mineral yang
memadai.
Serangga, lanjut FAO, bisa menjadi makanan pengganti yang penting,
khususnya bagi anak-anak yang kekurangan gizi.
Serangga juga sangat efisien
saat diolah menjadi makanan. Sebagai contoh, jangkrik. Serangga ini membutuhkan jumlah makanan
12 kali lebih sedikit ketimbang hewan ternak besar untuk memproduksi kandungan protein yang
sama.
Selain itu, sebagian besar serangga juga menghasilkan gas rumah kaca
berbahaya lebih kecil dibanding ternak lainnya.
Serangga di sejumlah kawasan
sudah menjadi makanan reguler. Namun, sebagian besar warga negara Barat masih menganggap
serangga sangat menjijikkan untuk dikonsumsi.
Laporan FAO itu juga
menyarankan agar industri makanan dunia ikut mempromosikan dan meningkatkan status serangga
dengan memasukkan mereka ke dalam resep baru dan menambahkan serangga ke dalam menu-menu
restoran.
Di beberapa belahan dunia, serangga bahkan sudah dianggap menjadi
makanan sehari-hari. Misalnya, di Afrika bagian selatan, warga di sana menganggap ulat sebagai
makanan mewah dan dijual dengan harga tinggi.