saco-indonesia.com, Banjir telah kembali merendam ratusan rumah di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Banjir yang sempat surut sejak Rabu (29/1) kemarin, pagi ini sudah mulai masuk ke rumah warga dengan ketinggian sekitar 3 meter.
sejumlah instansi, baik dari Basarnas, pemadam kebakaran, sampai Satpol PP, kini juga sudah bersiap untuk mengevakuasi warga yang masih ada di rumahnya. Perahu karet juga telah disiapkan di tanggul kali Ciliwung.
"Informasinya air dari Katulampa akan sampai ke sungai Ciliwung sekitar pukul 10.00 WIB sampai 12.00 WIB siang nanti. Jadi semua instansi bersiap untuk dapat mengevakuasi warga," kata Lurah Kampung Melayu, Bambang Pangestu, di lokasi, Kamis (30/1).
Bambang juga mengatakan, sebagian warga yang telah mengungsi sebelumnya sudah kembali ke rumahnya masing-masing untuk dapat melakukan bersih-bersih. Namun hari ini warga kembali dievakuasi.
"Kemarin sebagian warga sudah pada pulang. Tapi semalam kami juga sudah beritahu bahwa Katulampa sudah siaga 1 dan akan terjadi banjir lagi. Jadi mereka mau gak mau harus mengungsi kembali," ucapnya.
Sementara itu, salah seorang warga, Jaka yang berusia (34) tahun , berharap agar musibah yang telah menimpanya ini segera berakhir. Menurut bapak dua anak ini, banjir juga telah banyak merugikannya dan keluarganya.
"Ini sudah ke 4 kalinya. Sudah surut naik lagi. Kasihan anak saya masih kecil-kecil. Saya juga berharap yang terbaiklah buat pemerintah, kalau mau dipindahin juga gak apa-apa, asal gak ada yang dirugikan," tandasnya.
KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.
Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.
“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”
Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.