Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari
Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. harga umroh plus turki di Gerogol
Kita Harus Cegah Virus H7N9, Pengamanan di Bandara Perlu Diperketat
Saco-Indonesia.com — Minimnya sistem
deteksi dan sterilisasi di pintu-pintu masuk menuju wilayah Indonesia menyebabkan negeri ini
rentan terhadap serangan virus, termasuk virus H7N9 yang saat ini menginfeksi ratusan orang di
China atau virus baru corona di Arab Saudi.
Masuknya virus H7N9 ke
Indonesia hanya masalah waktu mengingat intensitas kegiatan China dengan Indonesia sangat
sering. Kegiatan perdagangan, pariwisata, atau lainnya bisa berfungsi sebagai
”pembawa” virus ini.
Menurut Dr CA Nidom, pakar biologi
molekuler bidang avian influenza dari Universitas Airlangga Surabaya, seharusnya di tiap bandara
atau pelabuhan tersedia sistem sterilisasi atau disinfektan untuk barang dan orang.
Diperlukan pula pintu masuk terpisah untuk pesawat dari dan ke China. Sesorang yang
baru pulang dari China sebaiknya juga tidak langsung berada di sekitar hewan yang peka virus
influenza seperti unggas, babi, dan kucing.
"Dengan sistem pengamanan
ala laboratorium, setiap barang atau orang yang dicurigai sakit akan disterilisasi. Semua ini
perlu dilakukan karena kita belum aman dari virus H7N9 atau virus baru corona," katanya
dalam acara seminar Celebrating 60 Years DNA Discovery di Jakarta (4/6/2013).
Khusus untuk virus H7N9, menurutnya, belum diketahui apakah virus berasal dari wabah atau
hasil seleksi. Virus ini juga melahirkan varian baru yang berbeda dengan sebelumnya sehingga
vaksin tidak mungkin lagi dipakai karena jenis virusnya sudah berbeda.
"Yang lebih mengherankan virus H7N9 ditemukan dalam jumlah sedikit di negara endemik.
Idealnya jumlah burung yang terkena virus lebih banyak dari manusia. karena itu kita harus lebih
waspada," kata Nidom.
Masker dapat menjadi alat pertahanan terhadap
serangan virus. Kain yang melindungi hidung dan mulut ini menutup dua akses virus masuk ke dalam
tubuh.
"Bahkan pertahanan yang minimal saja tidak dianjurkan
pemerintah. Sebaiknya bagi yang hendak ke Arab Saudi atau Asia timur gunakan masker untuk
perlindungan," kata Nidom.
Seperti yang diketahui, saat ini Arab Saudi
dan Eropa sedang dalam ancaman novel virus sebagai penyebab corona. Adapun Asia timur belum
lepas dari cengkraman virus flu burung.
Nepal’s Young Men, Lost to Migration, Then a Quake
Photo
Many bodies prepared for cremation last week in Kathmandu were of young men from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas.Credit Daniel Berehulak for The New York Times
KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.
Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.
“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”
Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.